Senin, 25 April 2011

Penguasaan Iptek Nuklir Mutlak Diperlukan



Penguasaan iptek nuklir bagi bangsa Indonesia mutlak diperlukan, namun untuk membangun PLTN perlu kajian komprehensif, mendalam dan melibatkan semua aspek keilmuan. Demikian garis besar kesimpulan dari Round Table Discussion yang bertajuk "Perlukah PLTN Dibangun di Indonesia Untuk Memenuhi Kebutuhan Energi Nasional". Diskusi yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) bekerjasama dengan BP Migas, Indonesia Power dan PT Konsultan Cendikia ini berlangsung di Balai Sidang UI Depok, Selasa, 19 April 2011 lalu.

Diskusi ini merupakan tindak lanjut dari Simposium Energi yang juga diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar UI bulan Desember lalu di Hotel Sultan Jakarta. Diskusi ini menjadi lebih penting pasca terjadinya kecelakaan nuklir di Fukushima jepang, dikaitkan dengan rencana pembangunan PLTN untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Indonesia.

Kepala BATAN Hudi Hastowo menyatakan BATAN sebagai lembaga yang diberi amanah melaksanakan litbangyasa iptek nuklir tidak akan menutup opsi nuklir di bidang energi. PLTN menurutnya bukan untuk jangka pendek, tetapi untuk jaminan ketahanan energi generasi selanjutnya. Ketahanan pangan, energi dan kesehatan tidak bisa dipisahkan, energi sendiri merupakan ukuran kemakmuran suatu bangsa. Kepala BATAN menyebutkan pasca Fukushima, Uni Emirat Arab (UEA) tetap melanjutkan program PLTN nya, demikian juga Brasil. Pelajaran yang bisa diambil dari Fukushima menurutnya adalah pentingnya penentuan tapak PLTN. Dari sisi teknologi saat ini sedang dikembangkan PLTN mini, termasuk oleh Terapower yang notabene adalah perusahaan milik Bill Gates.

Senada dengan Kepala BATAN, staf ahli Menristek bidang Energi dan Material Maju, Agus R. Hoetman menyatakan ketersediaan energi nasional terutama fosil sangat terbatas, Energi baru dan terbarukan (EBT) potensinya kelihatan besar, tetapi belum berkembang secara baik dari sisi teknologi maupun ekonomi. Konsumsi energi nasional masih didominasi oleh fosil. Menurutnya tanpa penggunaan PLTN mulai tahun 2025 Indonesia akan kekurangan energi listrik.

Pendapat yang bertentangan disampaikan pengamat energi sekaligus dosen Unika Atmajaya Sonny Keraf. Ia menyatakan Indonesia belum membutuhkan opsi nuklir, nuklir untuk tujuan kemanusiaan lebih luas seperti di bidang kesehatan, pertanian sangat perlu dikembangkan namun tidak untuk energi karena menurutnya resiko yang dikandung sangat besar jika terjadi kecelakaan, ditambah lagi rendahnya safety culture bangsa Indonesia. Aspek lain seperti ketidakpastian ilmiah kondisi geologis dan persetujuan masyarakat juga perlu dipertimbangkan.

Sementara itu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan perlu tidaknya PLTN harus juga mempertimbangkan aspirasi generasi muda, karena mereka lah nantinya yang akan menghadapi kebutuhan energi di masa datang. Menurutnya, PLTN adalah energi yang lebih bersih, murah dengan bahan bakar sedikit. PLTN ramah lingkungan dari emisi namun tidak dari sisi psikologis, terutama pasca Fukushima.

Anggota Komisi VII DPR RI Zulkifli Mansyah menyebutkan sebelum kecelakaan Fukushima mayoritas anggota Komisi VII menerima PLTN dengan pertimbangan krisis energi, namun saat ini pandangan tentang PLTN banyak berubah. Zulkifli sendiri setuju bahwa penguasaan iptek nuklir oleh bangsa Indonesia harus terus ditingkatkan, namun dalam waktu dekat pembangunan PLTN di Indonesia masih berat.

Diskusi sendiri diwarnai debat pro-kontra PLTN yang cukup banyak dari audiens. Ketua Dewan Guru Besar UI Biran Affandi menyatakan hasil dari diskusi ini akan disampaikan secara resmi kepada pemerintah.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post